Selasa, 10 Juli 2018

Lebaran Off the Road

Insha Alloh nanti kita mampir ke Pulau Gili Ketapang untuk melihat ikan Nemo
Mau mi mau anak-anak menyambut gembira tawaran saya untuk  mampir ke sebuah pulau keciil yang masuk dalam wilayah Probolinggo Jawa Timur itu.
Gili Ketapang adalah salah satu pulau yang menjadi jujukan traveler. Pulai Gili Ketapang ini terletak di Selat Madura, berjarak 8 km dari pantai utara Probolinggo. Ombaknya yang landai dan airnya yang jernih menawarkan kenyamanan bersantai di pinggir pantai. Daya tarik yang lain dari Pulau Ketapang ini adalah aktivitas snorkeling. Semua tawaran ini menggiurkan keluarga kami yang notabene pecinta pantai. Rencana ke Pulau Gili Ketapangpun kami susun sebagai salah satu agenda mudik Lebaran tahun ini.
Ramadhan ke-28, seperti biasa saya bangun lebih awal untuk menyiapkan makan sahur. Setelah selesai barulah saya bangunkan suami dan anak-anak. Saat menyiapkan piring dan perlengkapan makan, suami memberi kabar.
Mi, Bapak masuk Rumah Sakit
Innalilahi wa inna ilaihi rojiun. Kapan bah? RS dr Soetomo? Siapa yang nunggu di Rumah Sakit
Sekitar jam 10 tadi malam. Iya di dr Soetomo. Ada de Reni yang jaga. Abah pulang dulu untuk istirahat dan ganti baju.
Berita masuknya Bapak mertua saya ke Rumah Sakit sebenarnya bukan hal baru bagi keluarga kami, mengingat kondisi beliau yang sudah terjangkiti kanker stadium 3. Namun kondisi beliau pasca operasi dan kemoterapi yang semakin membaik membuat kami merasa bahwa beliau sudah sehat. Bahkan beliau sudah bisa jalan-jalan sendiri (tanpa alat) setiap paginya di sekitar rumah. Dalam hitungan jam berita masuknya Bapak ke Rumah Sakit telah berubah menjadi berita duka. Bapak mertua meninggal di hari ke 28 Ramadhan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Rencana kami untuk bisa mengajak anak-anak ke pulau Gili Ketapang sudah terlupakan. Kesibukan kami di rumah duka tiap harinya sudah menjauhkah rencana tersebut dari benak kami sekeluarga. Hingga pada hari ke-6 suami mengajak saya untuk mudik Setelah hari ke-7 meninggalnya Bapak mertua. Saya pribadi sebenarnya sudah menghapus agenda mudik itu dari benak saya. Tapi suami rupanya mengerti dengan posisi saya. Bagi saya dan keluarga besar Lebaran adalah momen silahturahmi setelah satu tahun tidak bertemu. Saya sendiri jarang pulang mengingat jarak Lumajang-Surabaya yang cukup jauh bagi keluarga kecil kami dengan biaya yang cukup besar bagi kantong kami.
Keputusan suami untuk mengajak pulang ke Lumajang sudah bulat. Kamipun menyiapkan keperluan mudik dalam waktu yang singkat. Pada malam ke-7 suami berpamitan kepada ibu mertua untuk mudik ke Lumajang. Kamipun berangkat dengan  bermodal 'Bismillah' mengendarai motor dari Surabaya ke Lumajang.
Untuk mempersingkat perjalanan, kami sengaja mengawali keberangkatan malam hari setelah tahlilan Bapak mertua usai. Perjalanan mudik Lebaran kami dimulai malam tersebut. Suasana malam Surabaya dengan gemerlap lampunya mengiringi keberangkatan kami melewati jalan utama Surabaya. Jalan Ahmad Yani. Dalam kesehariannya jalan ini dilalui oleh ribuan kendaraan yang berebut untuk bisa melewatinya. Meski sudah memiliki 4 jalur, yakni dua jalur utama dan dua jalur tambahan namun jalan Ahmad Yani ini tak pernah sepi dilewati kendaraan. Padat merayap. Namun, di malam ke-5 Lebaran jalan ini kehilangan ruhnya. Di jalur utama hanya nampak beberapa kendaraan yang melewatinya dengan bebas tanda kendala. Kamipun dengan mudah dan cepat melewatinya menuju Sidoarjo.
Malam itu kami memutuskan untuk berlebaran dan menginap di rumah kakak saya di Sidoarjo. Keesokan paginya setelah mengisi perut, kami melanjutkan perjalanan menuju Lumajang. Baru dua jam perjalanan, badan yang sudah letih karena kesibukan sejak meninggalnya Bapak mertua ini minta haknya untuk beristirahat. Kepala kami menoleh ke kanan dan kiri. Mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Tiba-tiba terpapang dihadapan kami sebuah spanduk Rest Area. Awalnya kami agak canggung untuk mampir, karena lokasi rest area tersebut berada di sebuah Koramil di daerah Pasuruan. Namun kami disambut dengan ramah oleh Bapak tentara  yang sedang tugas jaga disana.
Sebuah tenda hijau khas tentara berdiri kokoh didalam halaman Koramil. Di dalam tenda telah disiapkan meja dan kursi serta alat pemanas air beserta pelengkapnya gelas dan sendok. Sajianpun disuguhkan, beliau dengan sigapnya mengambilkan minuman dan membuka sajian Lebaran di meja. Suasana tampak lengang. Di tenda tersebut hanya kami berempat yang menjadi tamunya. Wihhh tamu spesial. Anak-anak memakan dengan lahap biscuit yang disajikan. Sementara suami asyik bercengkrama dengan Bapak tentara. Saking asyiknya suami sampai lupa berkenalan dengan beliau. Hi... hi
Setelah beberapa saat, kami dipersilahkan untuk istirahat di dalam mushola. Beliau membuka mushola dan menyalakan kipas angin di dalamnya. Anak-anak kegirangan dengan serta merta masuk dan merebahkan badannya di dalam. Kamipun menyusul kemudian. Alhamdulillah. Merebahkan punggung diatas lantai mushola sangat nikmat. Mengingat beberapa hari belakangan ini kami kurang beristirahat. Mondar-mandir, bolak-balik rumah kami dan rumah mertua. Ditambah lagi sekarang melakukan perjalanan jauh. Tak lama kamipun pamit dan melanjutkan perjalanan kami yang masih panjang.
Jalanan kota Pasuruan sudah mulai padat. Mobil, sepeda motor memadati jalan arteri kota Pasuruan. Busana muslim menghiasai jalanan kota Pasuruan. Berbagai model pakaian berkerudung dan peci menandakan pemakainya hendak berlebaran. Sebuah Tossa kendaraan kecil berbak terbuka lewat disamping motor kami. Baknya berisi beberapa penumpang. Ada anak-anak dan dewasa. Ah jadi teringat dulu pernah naik pick up dan naik di bak belakang bersama saudara dan tetangga demi melihat pasar malam di stadion kota Lumajang. Tersenyum saya mengingat kejadian kala itu.
Pemberhentian kedua kami adalah di pom Bensin Grati Pasuruan. Sambil menunggu suami yang sedang mengisi bensin saya duduk d trotoar sembari menggendong putri kecil saya sedang tidur. Saya melihat antrian yang cukup panjang di pom bensin tersebut. Dari luar antrian saya melihat seorang Bapak tua hendak menyerobot antrian. Memakai sarung dan berkopyah hitam. Saya mengenali beliau sebagai penduduk asli Pasuruan dengan sukunya yang khas. Tiba-tiba putri kecil saya bangun dan mencari kakaknya. Saya tunjukkan kakaknya yang sedang antri bersama abahnya. Sang kakak melambai dan menunjukkan telur puyuh yang dibelikan abahnya. Huahhhh. Tangispun pecah. Si kecil minta dibelikan telur yang sama dengan kakaknya. Sayapun kebingungan mencari penjual telur puyuh yang sudah menjauh dari antrian. Ternyata penjualnya ada di sisi lain pom bensin. Jaraknya cukup jauh untuk kami berjalan. Sayapun menenangkan putri kecil kami dan memintanya bersabar sebentar menunggu abahnya selesai mengisi bensin. Alhamdulllah selesai mengisi bensin penjualnya tidak pergi kemana-mana sehingga putri kecil kami bisa mendapatkan telur puyuh yang diinginkan. Alhamdulillah
Perjalanan kami berlanjut ke arah Probolinggo. Di kota tersebut kami hanya mampir sebentar di  masjid untuk buang hajat. Langsung tancap gas ke arah Lumajang. Melewati gapura bertuliskan Selamat Datang di Kabupaten Lumajang rasanya hati ini lega sekali. Meski perjalanan masih jauh karena desa saya berbatasan dengan Kabupaten selanjutnya yaitu Jember, namun sudah merasakan senang berada di kota kelahiran. Sampai di kecamatan Klakah suami tiba-tiba sedikit  berteriak
 Ahhh
 Kenapa bah?
 Ngantuk berat mi
 Ya sudah, mampir dulu. Istirahat.
Kami  mencari tempat istirahat. Tempat yang kami tuju adalah rest area PLN Klakah. Tempat ini adalah pilihan dari beberapa tenpat yang kurang proposional untuk beristirahat. Di rest area tersebut selain disediakan tenda istirahat juga ada mushola kecil sehingga kami bisa sekalian sholat dhuhur. Ternyata rest area yang satu ini lebih dari ekspetasi kami. Selain ada tempat duduk sofa untuk memanjakan pantat kami yang sejak pagi duduk di jok motor, juga disediakan sajian yang luar biasa. Ada kopi dua warna, yaitu kopi hitam dan kopi putih alias white coffe juga ada mie gelas untuk pengganjal perut. Selain itu di meja tamu juga tersedia aneka kue Lebaran lengkap dengan minuman kemasan dengan ukuran kecil. Benar-benar jamuan yang luar biasa.
Selesai melepas penat, kantuk dan rasa lapar plus menunaikan sholat, kami melanjutkan perjalanan. Kini tujuan kami adalah rumah Om yang ada di salah satu cluster di Sukodono. Namun rupanya kami belum berjodoh dengan Om dan keluarga. Beliau sekeluarga sedang tidak ada di rumah. Maka kamipun menuju ke tempat berikutnya yaitu rumah tante saya. Lek Hus begitu saya memanggil beliau.
Lengang Kami mendapati rumah yang  berukuran besar itu tampak sepi. Tapi satu hal yang membuat kami yakin bahwa beliau ada di rumah adalah mobil yang terparkir di luar halaman. Kamipun mengetuk pintu. Namun hingga ketukan dan salam yang kedua tidak ada sahutan dari dalam. Ketukan dan salam ketiga kami ucapkan. Beberapa menit kemudian kami sudah bersiap untuk pergi karena belum juga ada sahutan. Namun ketika hendak menaiki motor ternyata pintu terbuka dan tampaklah wajah Lek Husna. Lagi-lagi kami berucap syukur. Niatan kami tidak lama di rumah Lek Hus karena kami harus melanjutkan perjalanan ke desa Sidorejo Pepe, desa yang menjadi saksi tumbuh dan besarnya saya. Namun Allah SWT berkehendak lain. Hujan turun dengan derasnya memaksa kami untuk bertahan disana. Kamipun dipersilahkan untuk istirahat di kamar. Setealah tidur siang, makan dan bersih diri kami berencana bertolak ke desa saya, namun diluar masih hujan. Hingga akhirnya pukul 16.47 hujan mulai reda dan kamipun bisa melanjutkan perjalanan ke desa saya.
Perjalanan menuju titik pemberhentian selanjutnya ini cukup menyenangkan bagi saya dan anak-anak saya. Mereka dimanjakan dengan sawah yang membentang luas dengan berbagai aktivitasnya. Bau tanah yang khas selepas diguyur air hujan. Bau yang jarang saya dapati di Surabaya. Anak-anak asyik melihat burung-burng yang terbang di atas sawah, orang-orangan sawah, dan kerbau yang sedang bermain di sawah. Mereka takjub dengan jumlah kerbau yang begitu banyak. Hampir setiap sawah terdapat beberapa ekor kerbau. Anak-anakpun mulai menghitung jumlah kerbau yang ada. Tidak terasa kamipun tiba di desa saya setelah matahari mulai menyembunyikan diri dan gelap mulai merayap.
Alhamdulillah kami bersyukur meski dengan berbagai rintangan yang ada bisa menempuh perjalanan mudik dengan lancar. Sambutan hangat dari keluarga membuat kami seakan lupa dengan letih yang ada.
Hanya sehari kami singgah di desa tempat tinggal saya sewaktu kecil. Bersilahturahmi dengan saudara yang ada disana kemudian melanjutkan perjalanan ke Jember untuk bersua dengan Budhe dan saudara lainnya yang tinggal disana. Namun itupun tidak lama. Keesokan harinya kami harus segera kembali ke Surabaya. Dua hari yang indah, saya lalui bersama keluarga kecil menjalani mudik Lebaran. Gili Ketapang yang menjadi impian sebelumnya tak sempat lagi kami kunjungi. Karena amanah sudah menanti. Selamat tinggal kampung halaman. Selamat tinggal Gili Ketapang. Semoga kami bisa mengunjungimu di lain kesempatan. Aamiin...

#Syawal1439H


Selasa, 10 April 2018

Pendidikan Tidak Hanya Berorientasi Nilai

Meninggalnya Ahmad Budi Cahyanto seorang guru di Sampang Madura akibat dipukul muridnya membawa duka yang mendalam. Apalagi istri yang ditinggalkan sedang mengandung putra mereka. Namun duka tersebut tidak hanya bagi keluarga yang ditinggalkan tapi juga bagi dunia pendidikan. Apalagi ini bukan kasus pertama dan satu-satunya penganiayaan seorang murid terhadap gurunya. Ada pula siswa SMK yang membacok dua guru perempuan. Hal tersebut dilakukannya lantaran dendam kepada kedua guru tersebut karena sering dimarahi ketika terlambat sekolah. Tidak berbeda dengan kasus meninggalnya Pak Guru Budi di Sampang yang juga disebabkan dendam seorang murid akibat pipinya dicoret spidol lantaran membuat ulah di kelas.

Dari kasus demi kasus ini bisa kita lihat bahwa yang mendasari murid ini melakukan tindakan aniaya adalah karena ketidakmatangan kepribadian mereka. Labil secara emosi. Inilah gambaran buram pendidikan negeri ini yang notabene diatur dengan sistem kapitalisme. Sistem Kapitalisme telah gagal membentuk karakter dari anak didik. Dalam sistem kapitalisme orientasi pendidikan hanya untuk mencari nilai. Pendidikan seolah hanya persoalan ijazah sebagai syarat untuk melanjutkan ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi atau sekedar mencari pekerjaan. Hal ini menyebabkan orientasi pendidikan beralih kepada sekedar transfer ilmu tapi minus dari penanaman nilai-nilai kehidupan, adab dan etika.

Parameter kesuksesan dalam pendidikan tidak bisa diukur hanya dari sekedar nilai semata. Kita bisa melihat bagaimana output pendidikan hari ini, intelektualitas tinggi tapi tidak diimbangi dengan ketinggian akhlak, moral serta adab dari masing-masing individu. Sehingga menghasilkan anak didik yang bisa jadi matang secara ilmu tapi tidak pada kepribadiannya.
Islam memiliki paradigma yang berbeda dalam mendidik anak. Pendidikan dalam Islam bertujuan membentuk kepribadian Islam. Yaitu perpaduan antara pola pikir Islam dan pola sikap Islam. Peserta didik tidak hanya diberikan asupan untuk pemikirannya saja tapi juga dibina dengan aqidah Islam. Dengan memadukan keduanya sistem pendidikan Islam akan mampu membentuk seorang anak didik yang matang intelegensinya dan memiliki karakter Islam yang kuat serta berbudi pekerti yang luhur.

Selain itu Islam mengajarkan secara spesifik adab seorang murid terhadap gurunya karena pentingnya adab ini. Dalam sebuah kisah Abdurrahman bin al-Qasim, salah satu murid Imam Malik. Ia bercerita bahwa “Aku mengabdi kepada Imam Malik selama 20 tahun, dua tahun diantaranya untuk mempelajari ilmu dan 18 tahun untuk mempelajari adab. Dengan pengajaran terhadap adab ini maka akan semakin memperkuat kepribadian Islam dari seseorang. Dari proses pendidikan Islam inilah akan lahir generasi yang sholih, mukhlis, berilmu serta mendedikasikan ilmunya demi kemaslahatan umat.

Namun, untuk mewujudkan generasi yang berkepribadian Islam tidak semata-mata tugas dari institusi pendidikan saja. Harus ada kerjasama yang baik antara guru dengan orang tua di rumah. Sehingga apa yang didapatkan di sekolah bisa terintegrasi dan terimplementasi pula ketika di rumah.
GHOUTA BERDARAH, PBB TAK BERDAYA

Hingga saat ini korban di Ghouta Timur terus bergelimpangan. Serangan pasukan Suriah dan sekutunya telah menjatuhkan korban lebih dari 1000 korban. Sejak 18 Februari hingga 11 Maret 2018, menurut keterangan grup pemantau Syrian Observatory for Human Rights (SOHR) total korban tewas di Ghouta Timur mencapai 1.031 orang, termasuk 219 anak-anak. Lebih dari 4.350 orang lainnya terluka dalam serangan.

Konflik yang terjadi di Ghouta ini telah terjadi sejak tahun 2011. Wilayah Ghouta adalah salah satu wilayah pertama di Damaskus yang melakukan demonstrasi melawan rezim Bassar Assad. Namun pada perkembangan berikutnya mejadi perang berskala penuh.  Pada tanggal 21 Agustus 2013 pasukan pemerintahan Bassar Assad bahkan membombardir wilayah Ghouta Timur dengan gas Sarin hingga menewaskan lebih dari 1.500 pria, wanita dan anak-anak. Setelah itu pasukan Assad mulai mengepung Ghouta timur. Hingga saat ini pengepungan telah berlangsung selama lima tahun. Ini adalah pengepungan terlama pada zaman modern. Bahkan lebih lama dari pengepungan yang terjadi di Sarajevo.

Meski pengepungan ini telah berlangsung lama di Ghouta tapi kita melihat bahwa selama masa tersebut tidak ada pihak yang bisa menghentikan Bassar Assad bahkan Dewan Keamanan PBB tidak sanggup. PBB berkali-kali menyerukan agar dilakukan gencatan senjata. Seruan yang terbaru pada tanggal 16 Maret 2018. PBB menyerukan agar dilaksanakan resolusi yang menuntut gencatan senjata segera di Suriah. Namun seruan PBB ini tidak mampu menghentikan  kekejaman rezim Bassar Assad. Serangan demi serangan tetap dilancarkan di wilayah Ghouta Timur. Bahkan pemberlakuan de-eskalasi di wilayah Ghouta sejak Desember 2016 yang diikuti dengan pendirian dua pos pemeriksaan dan empat pos pengamatan oleh Rusia tidak berimbas apapun. Justru menjadikan pengeboman oleh tentara rezim Assad terhadap warga sipil terus berlangsung.

Realitas ini menunjukkan bahwa keberadaan PBB yang mengaku sebagai Police dunia ternyata tidak sanggup menghentikan apa yang terjadi di Ghouta. Tidak hanya pada Ghouta tapi juga pada kaum muslimin yang terjadi di beberapa wilayah lainnya seperti yang terjadi di Palestina dan Myanmar. Di sisi lain tidak ada satupun dari pemimpin kaum muslimin di  negri-negri muslim yang menjawab seruan kaum muslimin di Ghouta Timur dan negeri lainnya. Pemimpin Arab Saudi, Turki, Iran, dan bahkan Indonesia serta negeri-negeri kaum muslimin lainnya semuanya bersembunyi di belakang PBB. Pemimpin-pemimpin tersebut hanya menyerukan sebuah kecaman dan mengirimkan bantuan kemanusiaan. Tidak ada pengiriman pasukan untuk membela kaum muslimin disana. Apa yang mereka lakukan ini, seolah justru menghalalkan darah saudaranya untuk dibunuh dan melanggengkan kebiadaban penguasa dzalim terhadap kaum muslimin.

Ratapan, seruan, dan tangisan kaum Muslimin di berbagai wilayah ini membutuhkan jawaban seorang pemimpin Islam sejati. Seperti Khalifah Mutashim Billah yang menjawab jeritan seorang wanita yang dilecehkan oleh penguasa Amuriyah salah seorang raja Romawi. Khalifah Muthasim Billah tanpa berfikir panjang langsung mengerahkan dan memimpin sendiri puluhan ribu pasukan kaum Muslimin menuju Kota Amuriyah. Saat inipun kaum muslimin membutuhkan seorang Khalifah yang mampu melindungi dan mengayomi kaum muslimin. Menjawab setiap jeritan, tangisan dan seruan kaum muslimin yang terdzalimi.
Allah SWT telah menetapkan kewajiban adanya seorang Khalifah yang akan menjadi junnah (perisai) dan pelindung bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Seorang pemimpin yang mampu menjaga kehormatan kaum muslimin dimanapun mereka berada. Seorang pemimpin yang mampu menyatukan berbagai negeri muslim di berbagai belahan dunia. Seorang pemimpin yang rasa takutnya hanya kepada Allah SWT bukan kepada yang lain.

Kamis, 16 Agustus 2012

Episode 1 Mudik Lebaran



        Ramadhan hampir berlalu. Tibalah pada rutinitas di akhir Ramadhan. Mudik ke kampung halaman. Bagiku ini adalah momen yang sangat berharga. Mengingat aku jarang sekali pulang kampung. Bahagia menghujaniku beberapa hari menjelang kepulanganku. Entah mengapa... hati ini sangat rindu dengan kampungku.“ Wah sudah siap  mudik ya?” itulah komentar yang disampaikan adik kosku saat melihat tas besar berisi penuh perlengkapan mudik yang ada dikmarku. Bahkan beberapa hari sebelumnya seorang ibu menggodaku “Pasti mau mudik ya?” lantaran aku membawa sebuah kardus besar.

        Akhirnya hari yang ku nantikan tiba. Perjalananku menuju kampung halaman lumayan panjang sehingga aku memutuskan untuk berangkat pagi. Dalam perjalanan menuju desaku aku melihat beberapa suasana. Surabaya sebagai tempat tinggalku beberapa tahun ini tidak usah diceritakan lagi. Penuh dengan gedung-gedung bertingkat, mobil pribadi, angkot, dan tak luput pula sepeda motor yang memang banyak berlalu lalang.

         Selanjutnya aku melewati berbagai tempat dengan mata terpejam. Karena rasa kantuk berat telah menghinggapiku. Hingga aku terbangun di Probolinggo. Leces tepatnya, namun yang menarik perhatianku bukan disana. Melainkan di perbatasan Probolinggo dan Lumajang. Aku mendapati banyak sekali tanaman yang kering kerontong. Tanahnyapun benar-benar kering seolah tidak pernah dijamah setetes airpun. Dalam hati aku berkata “ Ya Alloh, tanah ini butuh untuk kau sirami”.  Di sepanjang jalan aku melihat daun pisang yang mengering, rerumputan yang tidak tumbuh. Tanaman yang layu. Jika kutuliskan romansa kehidupan dalam perjalannanku di kota probolinggo ini seperti seseorang yang sedang dirundung duka.  Perjalananku berlanjut hingga aku bertemu dnegan perbatasan Probolinggo dengan Lumajang. Darisana tidak banyak tumbuhan yang aku lihat. Yang aku dapati adalah rumah-rumah orang yang kemudian berlanjut dengan pasar. Selanjutnya tidak ada perbedaan yang berarti.

        Tibalah aku kemudian di daerah pinggiran Lumajang menuju Jember. Disana ternyata suasananya berbeda dengan Probolinggo. Tak lagi seperti seseorang yang dirundung duka. Tapi layaknya seseorang yang sedang berbahagia. Aku dapati hamparan sawah yang hijau. Dengan semburat warna hijau yang berbeda meski dalam satu spektrum yang sama. Berpetak-petak sawah hiaju pupus dikelilingi pohon kelapa. Layaknya seorang penjaga yang sedang melindungi harta majikannya. Di kejauhan aku lihat seekor kerbau sedang berjemur di bawah terik matahari sambil menikmati semilir angin. Angin sepoi-sepoi mengiringi tarian dedaunan kelapa. Beberapa ekor itik sedang berenang riang baris berbaris mengikuti laju sang pemimpin. Mengiringi aliran sungai yang tenang dan damai. Tak berjarak jauh kembali kulihat kerbau sedang ‘leyeh-leyeh’ berendam dalam lumpur air sungai yang dangkal. Sungguh suasana yang menyenankan. Aku baru tahu mengapa aku sangat rindu sekali untuk pulang ke kampung halaman.

       Sayangnya keindahan alam ini terganggu dengan perilaku kurang hygiene dari masyarakat sekitar. Mereka ber-BAB ria di sungaai. Tak baanyak memang tapi cukup mengganggu pemandangan dan lagi secara kesehatan itu termasuk perilaku yang tidka sehat. Tapi rasanya tidak hanya daerah ini saja yang seperti itu. Saya masih menjumpai yang demikian ini di Surabaya. Banyak orang yang masih BAB sembarangan di sungai bahkan ada juga yang BAB di selokan. Padahal di sekitarnya dekat dengan perguruan tinggi nasional. Masya Alloh. Bagaimana bisa Surabaya menerima penghargaan adipura dan kalpataru? Tim penilai menilai dari mana ya? Apa panitianya hanya melihat di rumah-rumah elit dan jalanan utama Surabaya? Entah mereka menilai Surabaya dari sisi yang mana.

        Kembali pada perjalanan mudik. Beberapa waktu menjelang tujuan akhirku. Aq mendapati daerah tersebut mendung. Mendung yang menyenangkan. Menaungi siang hari yang biasanya panas. Anugerah dari Alloh SWT yang menunjukkan seolah awan kelabu ini hendak melindungi kaum muslimin yang sedang berpuasa.
Tiba-tiba aku terkejut bukan main saat aku melihat di pinggir jalan ada seseorang yang menjual buaah manecu. Atau beberapa orang menyebutnya buah kenitu. Bagi yang belum pernah mengetaahui. Buah ini sejenis buah sawa tapi warna dagingnya putih dan banyak sekali getahnyaa. Bagi pemakan buah kenitu ini harus bersiap-siap dengan mulut yang penuh lem alami ini. Sudah lama sekali aku tidak memakannya. Selain karena buah ini musiman, aku juga tidak pernah menjumpainya dijual di Surabaya. Walhasil jarang banget aku memakannya. Dan kini mereka ada dalam jumlah banyak dihadapanku. Ingin rasanya kumakan semuanya. Namun aku tak kuasa. Karena tangan ini tak mampu menjangkaunya. Kami terpisahkan oleh kaca bus yang aku naiki.

          Subhanallah... ini merupakan perjalanan menakjubkan yang pernah aku rasakan dalam hidupku. Pulang dengan kesenang dan kejutan-kejutan fenomena alam. Suatu hal yang jarang aku lihat. Benar-benar kontradiksi. Di suatu daerah tanahnya kering-kerontang sementara di daerah lain justru sebaliknya. Entah mengapa, hanya Alloh yang tau.

Senin, 23 April 2012

Generasi Iwak Peyek

Nabi nuh, nabi Allah...
Ratusan tahun usianya
Berdakwah, tak pernah lelah
walau sedikit pengikutnya...

Ini sepenggal nyanyian anak kecil yang saya jumpai beberapa waktu yang lalu. Liriknya sederhana namun sarat dengan makna keteladanan yang mendalam. Ini berbeda dengan lagu yang dinyanyikan oleh anak-anak kebanyakan saat ini. Mereka banyak menyanyikan lagu-lagu yang dinyanyikan oleh orang dewasa, yang memang itu diperuntukkan bagi orang dewasa. Seperti lagu Love u so much dari sebuah girlsband yang ada di tanah air. Atau lagu dangdut koplo seperti iwak peyek.

Sungguh miris melihat kenyataan ini.Anak yang notabene menjadi calon generasi bangsa dirusak perlahan-lahan dengan lagu yang tidak mendidik bahkan mengajarkan yang tidak senonoh. Lihat saja beberapa lagu dangdut koplo yang banyak diminati anak-anak cenderung menonjolkan sensualitas baik dari sisi penampilan maupun dari lirik lagunya. Dan apa yang dilakukan masyarakat? Kebanyakan dari mereka cenderung menertawakan anak-anak yang meniru lagu dan gerakan dari sang penyanyi. Inilah tingkat ketidak pedulian masyarakat kepada generasi. Di sisi lain bagaimana dengan peran negara. Negarapun seolah membiarkan menjamurnya industri lagu-lagu seronok ini. Tidak ada edukasi yang diberikan kepada anak-anak maupun orang tua anak.Dengan kondisi yang seperti ini maka jangan salahkan jika nanti akan lahir generasi iwak peyek.

Selain itu permasalahan anak ternyata tidak sebatas itu. Banyak anak yang 'dibiarkan' putus sekolah, kurang gizi, serta bertindak kekerasan dan kriminalitas seperti tawuran. Tidak ada upaya tegas pemerintah dalam menanggulanginya. Jika semua ini berlanjut, maka jangan harap Indonesia akan menjadi negara maju dengan generasi penerus yang handal

Generasi yang tangguh akan lahir dari individu yang punya ketaatan tinggi terhadap Alloh, dengan masyarakat yang saling menasehati, dan pemerintah yang tidak abai terhadap rakyatnya dan terhadap hukum ALloh. Pemerintah Islam (baca: Khilafah Islamiyah) telah berhasil mencetak generasi tangguh yang tidak hanya taat pada seluruh aturan Alloh, tapi peduli terhadap permaslahan umat dan mampu menyelesaikan permasalahan bangsa.

Senin, 09 April 2012

Perjuangan

Hidup adalah perjuangan. Inilah yang banyak dikatakan orang. Akupun sependapat. Bahwa setiap momen hidup adalah perjuangan seorang manusia untuk memenuhi seluruh kebutuhan hidupnya. Mulai dari kebutuhan jasmani seperti makan, minum, tidur, buang air dsb. Juga ada naluri kehidupan seperti naluri untuk menyembah pada sesuatu yang lebih, mempertahankan eksistensi diri, dan juga naluri untuk saling menyayangi. Hidup, adalah sekumpulan perjuangan untuk memenuhi kebutuhan hidup tersebut. Pengalamanku kemarin menjadi contoh dari sebuah perjuangan hidup.

Cerita ini berawal dari ketika aku pergi berlibur seperti yang banyak dilakukan orang di minggu yang ceria (ada 3 hari libur dalam seminggu- alias long weekend). jadilah aku pergi ke Jombang ke rumah kakakku. Untuk menjenguk keponakan2ku. Aku tidak erlama2 disana karena masih ada tempat lain yang harus ku kunjungi. Dalam perjalanan pulangku, aku sudah menduga bahwa aku akan mendapat kesulitan untuk mendapat bis mengingat saat itu adalah hari minggu setelah long weekend. Otomatis akan ada banyak orang yang akan balik ke Surabaya. Ternyata benar. Sudah banyak orang yang menunggu di tempat pemberhentian bis. Dan tidak hanya itu saja, kenyataannya bis yang melintasi kamipun semuanya penuh dengan penumpang sampai berdiri di pintu. Saat itu aku mulai merasakan bahwa aku harus berjuang untuk bisa balik ke Surabaya. Beberapa kali ketika bis berhenti, aku berusaha untuk naik namun memang sudah tidak ada space. Akupun mengurungkan niatku. Terlintas dalam benakku untuk naik bis patas. Aku pikir memang aku harus mengorbankan lebih banyak uang untuk bisa balik ke Surabaya.  Tapi paling tidak, nanti aku bisa naik. Tapi ternyata bis patas yang melintaspun sudah penuh dengan penumpang. Kenyataan ini seperti menyerangku. Membuatku siaga dengan segala kemungkinan. Awalnya aku agak santai karena meski aku masih harus mampir ke tempat lain tapi toh aku tidak dikejar waktu. Tapi kenyataan bahwa semua bis penuh membuatku langsung mensiagakan seluruh anggota tubuhku. Bahkan sms dari seorang teman Mrs. Khilaf  (bukan nama sebenarnya) yang sedang membutuhkan bantuan aku balas dengan "curhatnya nanti ya... aku sedang berjuang mendapat bis untuk balik ke Surabaya". Balasan dari Mrs Khilafpun ku acuhkan. Melihat sebuah bis patas melintas di depan mataku, segera saja aku menyetop bis itu dan naik bersama beberapa penumpang. Alhamdulillah... akhirnya dapat bis.

Namun ternyata perjuangan belumlah usai. Segera setelah mendapatkan tempat yang lumayan "nyaman" akupun membuka sms dari Mrs Khilaf. Dia membalas smsku tadi dengan berkata "Hahaha.. Met berjuang yah..". Dengan tersenyum sinis akupun membalasnya. "Perjuangan ternyata tak sekedar dapat bis aja. Bahkan ketika dh nemu bis harus berjuang untuk bisa duduk. Ojo ngguyu kowe. Inilah kehidupan rakyat jelata." Balasan dari Mrs Khilaf berikutnya sedikit menghiburku "Hahaha.. Subhanallah.. Semangat mb!!". Akupun tersenyum. Terfikir dibenakku untuk membuat suasana dramatis. Meskipun memang suasananya dramatis. Dengan tujuan untuk itu, akupun melayangkan smsku padanya. "Alhamdulillah.. ternyata deritaku bisa mjd obat bagimu. Q ceritani lagi ya... Sudah aku duduk di pinggirnya kursi, eh pake macet pula. Subhanallahnya lagi bis yang kunaiki ini patas tapi ga cepat dan ga terbatas alias ga dapat kursi". Itu sepenggal sms yg q smskan pada temanku ini. Dan ternyata perjuangan tidak berhenti sebatas apa yang bisa ku smskan pada temanku. Kenyataan pahit lainnya ku alami. Sebelum turun aku coba menengok ke pintu belakang yang kebetulan dekat dengan tempatku. Dan ternyata disana tidak ada keneknya. Walhasil aku kebingungan untuk turun. Seorang penumpang menyarankanku untuk berjalan ke depan mendekati pak sopir. Tapi untuk menuju kesana aku harus berdesakan di lorong sempit yang penuh dengan penumpang. Wah... kebayang deh repotnya. Finnally aku meminta tolong pada seorang bapak untuk bilang ke pak supir kalau aku mau turun. Alhamdulillah tidak sampai itu dilakukan ternyata ada seorang bapak lain yang turun di spot yang sama denganku. Dan beliau punya cara tersendiri untuk memberitahu pak sopir. Yakni dengan mengetuk di kaca jendela bis menggunakan koin.  Sebuah cara yang sebelumnya juga terlintas di benakku. Mendekati spot kami turun sang bapak itupun mengetukkan koinnya ke jendela. Namun setelah diketuk berkali2 bis tak berhenti juga. baru setelah beberapa puluh meter bis yang kunaiki berhenti. Dan... Anda sudah taukan yang akhirnya harus aku lakukan untuk mencapai tujuanku? Aku harus berjalan sodara2... Sampai disini perjuanganku untuk balik ke Surabaya berakhir karena setelah itu seorang kerabat menjemputku. Dan selamatlah aku sampai di tujuan.

Dari kisah ini saja kita bisa lihat bahwa dalam sebuah episode kehidupan memang dibutuhkan sebuah perjuangan terlepas apakah kita mau berjuang atau tidak. Hal inipun membuat aku berfikir. Dengan realita kehidupan seperti ini sungguh beruntung orang2 yang bergabung dalam upaya menegakkan kebenaran Islam di bumi ALloh ini. Mereka sama dengan orang yang lain berjuang untuk hidup namun yang diperjuangkan jauh lebih mulia dari hanya sekedar untuk hidup. Teringat aku akan perkataan seorang mbak kosku. "Orang ketika hidup itu pasti punya kesibukkan. Kalau ga disibukkan dengan dakwah maka AlLoh akan menyibukkannya dengan aktivitas yang lain". Hmmm... Apa Anda sepakat?

NB: Mrs Khilaf ( Seorang kawan yang hobby berkata "Af1 saya khilaf" )

Minggu, 15 Januari 2012

SISTEM PENDIDIKAN YANG KONDUSIF CETAK GENERASI YANG UNGGUL

Umat Islam, Umat yang Terbaik

Dalam Al Qur’an Surat Ali Imron ayat 110 AlLoh SWT berfirman:

“ Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada AlLoh. Sekiranya ahli kitab beriman tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.”

Ayat inilah yang melandasi seorang muslim untuk mendedikasikan dirinya menjadi generasi terbaik. Gambaran generasi terbaik pun sudah tersirat dalam ayat ini, yakni generasi yang menyuruh kepada Islam, yang senantiasa melakukan amar makruf nahi mungkar dan beriman kepada Alloh. Artinya, generasi yang terbaik adalah gambaran generasi yang senantiasa menjadikan keimanannya kepada AlLoh SWT sebagai asas dalam kehidupannya. Yakni senantiasa melandasi kehidupannya dengan aturan AlLoh SWT. Tidak hanya itu, dia pun bukanlah sosok orang yang egois dan mencukupkan pelaksanaan aturan AlLoh ini pada dirinya saja tapi juga mengharapkan orang lain untuk melaksanakannya pula. Oleh karena itu dia melakukan amar ma’ruf nahi mungkar.

Dalam membentuk generasi yang terbaik tentunya membutuhkan system pendidikan yang terbaik pula. AlLoh SWT telah memberikan seperangkat system kehidupan lengkap yang tertuang dalam Al Qur’an dan As Sunnah, begitupun terkait dengan system pendidikan Islam. Dalam system Islam pendidikan diorientasikan untuk:

1. Mencetak generasi muslim yang berkepribadian Islam. Yakni generasi yang memiliki pola pikir yang benar tentang kehidupan dengan dilandasi aqidah Islam dan memiliki pola sikap yang membuatnya mampu memecahkan problematika manusia. Hal ini dilakukan dengan menanamkan tsaqofah Islam berupa aqidah, pemikiran dan perilaku Islam dalam jiwa dan akal generasi muslim

2. Menyiapkan generasi yang akan menjadi para ahli di setiap sendi kehidupan. Baik secara keIslaman maupun ilmu-ilmu terapan seperti fisika, kimia, kedokteran, tehnik dll. Mereka inilah yang akan menjadi ahli-ahli di bidang teknologi.

Jadi dengn orientasi ini, generasi yang terbentuk dari system Islam tidak hanya generasi yang pintar secara IQ tapi juga memiliki ketaatan yang tinggi kepada AlLoh SWT serta berperan dalam menyelesaikan masalah umat.

Pendidikan untuk semua

Pendidikan adalah perkara yang penting dalam menentukan nasib suatu bangsa ke depan. Hal ini disadari oleh semua kalangan. Begitupun dalam Khilafah Islamiyah. Pendidikan adalah aspek penting dan urgen yang harus dipenuhi oleh Negara. Pendidikan dalam Islam adalah kebutuhan mendasar bagi seluruh manusia. Sama halnya seperti kebutuhan akan makan, minum, buang hajat, tidur dan kebutuhan jasmani lainnya, pendidikan juga merupakan kebutuhan asasi yang harus dipenuhi. Dan AlLoh menyerahkan tanggung jawab penyelenggaraannya pada Khilafah. Khilafah wajib menyelenggarakan pendidikan yang diperuntukkan secara luas bagi seluruh warganya baik kaya maupun miskin, baik muslim maupun kafir dzimmi.

Dalam pelaksanaan kewajiban ini, Khilafah wajib menyelenggarakan proses pendidikan secara optimal. Mulai dari penyusunan kurikulum yang berbasis aqidah Islam, pemilihan guru-guru yang kompeten dan bisa diteladani, pemantauan prestasi anak, fasilitas yang memadai serta hal-hal lain yang dapat memberikan support bagi anak didiknya untuk belajar.

Adapun untuk pembiayaan pendidikan diperoleh Negara dari Baitul Mal yang didapatkan dari pos pendapatan sumber2 yang secara kepemillikan adalah milik kaum muslimin secara keseluruhan. Misalnya dari sumber daya alam yang ada di negeri2 muslim. Juga dari pos lain yang didapatkan dari harta yang berstatus kepemilikan umum.

Umat Terbaik Lahir dari Sistem Pendidikan Islam

Berbicara masalah pendidikan, hal ini tidak luput dari peran berbagai pihak. Yakni individu, masyarakat, dan Negara. Dalam skala individu, mereka harus memiliki kesadaran yang akan mendorongnya untuk haus akan ilmu. Dorongan ini muncul dari keimanan yang kuat kepada AlLoh SWT. Individu muslim tersebut meyakini bahwa setiap muslim memiliki kewajiban untuk menuntut ilmu seperti yang tertuang pada banyak ayat dan juga hadist. AlLoh SWT berfirman dalam Al Qur’an surat Al Mujadilah ayat 11:

“… Niscaya Alloh akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan AlLoh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Dengan landasan inilah seorang muslim akan senantiasa terpacu untuk mencari ilmu karena menyadari balasan bagi orang yang menuntut ilmu di sisi AlLoh SWT berupa syurga.

Peran penting yang lain dalam pendidikan juga terletak pada masyarakat. Masyarakat harus memberikan suasana yang kondusif bagi seorang muslim untuk menuntut ilmu. Suasana untuk saling berlomba-lomba dalam kebaikan harus senantiasa dibangun. Begitupun dalam perkara menuntut ilmu. Maka sewajarnya seorang muslim satu dengan yang lain saling memberikan dorongan untuk mengkaji ilmu-ilmu AlLoh dan juga meningkatkan taraf hidupnya dengan mengkaji ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pengetahuan umum dan teknologi. Dorongannyapun bukanlah egoisme dan persaingan tapi berlomba-lomba dalam mencari kebaikan di sisi AlLoh SWT. Masyarakat seperti ini akan menciptakan suasana yang harmonis dalam menuntut ilmu. Saling tolong menolong dan memotivasi dalam menuntut ilmu serta beramar ma’ruf nahi mungkar.

Peran penting berikutnya adalah pada Negara. Negara memiliki peran yang krusial dalam pendidikan. Selain berperan untuk memberikan pendidikan yang gratis bagi warganya, Khilafah Islamiyah memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pendidikan yang baik dan berstandar Islam.

Khilafah Islamiyah memberikan pendidikan berkualitas

Dalam Khilafah Islamiyah, pendidikan berlandaskan pada aqidah Islamiyah. Dan Tsaqofah Islam diberikan pada seluruh jenjang pendidikan. Aqidah Islamiyah menjadi landasan dalam segala ilmu dan syariah Islam menjadi rujukan dalam memecahkan problem manusia. Kurikulum yang diambil pun tidak main-main. Harus ada kesamaan antara kurikulum sekolah yang satu dengan yang lain. Sekolah swasta pun harus mengikuti kurikulum Negara Khilafah Islamiyah. Sementara itu, dalam proses pendidikan harus terpisah antara laki-laki dan perempuan. Jenjang pendidikan diadakan mulai ibtidaiyah, tsanawiyah, aliyah bahkan hingga perguruan tinggi. Semua itu diberikan dengan cuma-cuma sebagai bentuk tanggung jawab Negara pada rakyatnya seperti halnya kewaiban ayah kepada anak-anaknya.

Dalam Islam ilmu pengetahuan dibagi 2 yaitu: ilmu kehidupan dan tsaqofah Islam. Ilmu kehidupan melingkupi ilmu tentang fisika, kimia, matematika dll. Ilmu pengetahuan ini tidak berkaitan dengan sebuah ideology tertentu sehingga dia layaknya ada di Negara-negara yang lain. Generasi-generasi muslim diharapkan unggul dalam ilmu pengetahuan. Dengan menguasai ilmu ini diharapkan mereka mampu menjadi sosok-sosok yang bisa menjadi penyelesai segala persoalan masyarakat. Dalam hal tsaqofah, Islam membatasi pembelajaran tsaqofah ini pada tsaqofah yang tidak bertentangan dengan ideology Islam. Adapun tsaqofah asing hanya dipelajari pada tingkat pendidikan tinggi dimana anak-anak yang mempelajarinya telah memiliki landasan aqidah yang kuat sehingga tidak tergoyahkan oleh tsaqofah non Islam. Tujuan pembelajarannya tidak untuk menguasai secara mendalam dan diaplikasikan melainkan hanya ditujukan untuk mematahkan argumentasi orang-orang pembawa tsaqofah asing. Berkaitan dengan tsaqofah islam, maka Daulah akan mendidik generasi-generasi muslim agar dapat menguasai tsaqofah Islam seperti fiqh, tafsir, ulumul Qur’an dsb.

Negara juga wajib memberikan dorongan dan support bagi muslim yang hendak melakukan penelitian guna memecahkan permasalahan umat. Support ini dilakukan dengan menyediakan fasilitas berupa laboratorium, dana dsb. Baik untuk penelitian dalam hal tekhnik atau permasalahan fiqh. Sehingga dengan demikian akan mampu menghasilkan generasi mujtahid, penemu, dan inovator. Hal ini sudah terbukti pada masa Kekhilafahan Islam terdahulu.

Dalam Khilafah Islamiyah, bahasa Arab menjadi pelajaran penting dan urgen untuk diajarkan karena tidak bisa kita pungkiri, keberadaan bahasa Arab penting bagi upaya pengokohan pemahaman Islam. Bahasa Arab adalah bahasa yang digunakan dalam Al Qur’an dan hadist sehingga menjadi keharusan bagi seorang mujtahid untuk menguasai Bahasa Arab demi kepentingan proses ijtihad. Di sisi lain Bahasa Arab adalah bahasa resmi dalam Khilafah Islamiyah. Kalaupun ada pengajaran bahasa asing itu hanyalah untuk kepentingan berdakwah dan melancarkan urusan umat Islam antara lain untuk menterjemahkan buku-buku pengetahuan yang diperlukan masyarakat.

Demikianlah Khilafah Islamiyah mengadakan dan menjalankan proses pendidikan berbasis Islam dengan memadukan aqidah Islamiyah dan ilmu pengetahuan. Sehingga dengan demikian diharapkan akan terlahir generasi cerdas yang mampu menjadi penerus bangsa dan mampu mewujudkan peradaban yang agung dengan syariah Islamiyah. Seperti Khawarizmi sang ahli matematika, Ibnu Sina sang ahli kedokteran dan ilmu fiqh, Al Jaziry seorang ahli mekanik dll. hasil dari semua ahli ini sampai sekarang masih tetap digunakan sebagai landasan dari setiap ilmu pengetahuan yang berlaku saat ini.

Namun memang sistem ini tidak bisa berdiri sendiri. Membutuhkan kesinergisan dari sistem lain yang akan mendukung satu sama lain. Misalkan sistem ekonomi. Dan keseluruhan sistem dalam Khilafah memang ditujukan dalam rangka memacu individu yang ada dalam Khilafah untuk tunduk pada aturan AlLoh SWT. Wa’lahu ‘alam bi showab.

Sumber Rujukan
1. Yasin, Abu. 2oo4. Strategi
Pendidikan Negara Khilafah. Bogor : Pustaka Thariqul Izzah
2. Hizbut Tahrir Indonesia. 2oo9. Manifesto Hizbut Tahrir untuk Indonesia.

^tsa^